Senin, 24 Desember 2012

take over syariah


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Bank syariah sebagai salah satu lembaga yang bergerak di bidang keungan berbasis syariah berusaha untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat untuk memperoleh kemudahan akses terutama di bidang bisnis dan keuangan. Selain menyediakan suatu produk seperti produk tabungan, pembiayaan dan lain-lain, bank syariah juga menyediakan jasa pelayanan keuangan yang akan mempermudah masyarakat untuk menjalankan bisnis maupun memenuhi kebutuhannya di bidang ekonomi.berikut ini salah satu jasa pelayanan keuangan yang ditawarkan oleh bank syariah adalah take over.
B.            Rumusan Masalah
1.        Apa yang dimaksud dengan Take Over syariah, tujuan, prinsip serta manfaat take over syariah?
2.        Apa yang menjadi dasar hukum serta landasan take over syariah?
3.        Bagaimana Klasifikasi Hutang Nasabah kepada Bank Konvensional dalam Pembiayaan Take Over Syariah?
4.        Bagaimana aplikasi akad take over syariah di perbankan syariah?

C. Tujuan Penulisan
1.        Mengetahui pengertian Take Over syariah, tujuan, prinsip serta manfaat take over syariah
2.        Mengetahui dasar hukum serta landasan take over syariah
3.        Mengetahui Klasifikasi Hutang Nasabah kepada Bank Konvensional dalam Pembiayaan Take Over Syariah.
4.        Mengetahui aplikasi akad take over syariah di perbankan syariah





BAB II
TAKE OVER SYARIAH
A.      Definisi Take Over
Take over dalam kamus bahasa inggris-indonesia berarti mengambil alih[1]. Sedangkan menurut Ahmad Antoni k Muda, take over adalah pengambil alihan atau dalam lingkup suatuperusahaan adalah perubahan kepentingan pengendalian suatu perseroan.[2]
Take over syariah adalah pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan nasabah.[3] Sedangkan Take over menurut Dewan Syariah Nasional Nomor 31/ DSN-MUI/VI 2002. Yang disebut juga dengan pengalihan hutang. Pengalihan hutang yang dimaksud di sini adalah pengalihan transaksi non syariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah.
Atau take over merupakan proses perpindahan kredit nasabah di bank konvensional menjadi pembiayaan dengan prinsip jual beli yang berdasarkan syariah.
Dalam proses take over ini, bank syariah sebagai pihak yang akan melakukan take over terhadap kredit yang dimiliki calon nasabahnya di bank konvensional, bertidak sebagai wakil dari calon nasabahnya untuk melunasi sisa kredit yang terdapat di bank asal, mengambil bukti lunas, surat asli agunan, perizinan, polis asuransi, sehingga barang ( yang dikreditkan) menjadi milik nasabah secara utuh. Kemudian untuk melunasi hutang nasabah kepada bank syariah, maka nasabah tersebut menjual kembali (barang yang dikreditkan) tersebut kepada bank syariah. Kemudian bank syariah akan menjual rumah tersebut lagikepada nasabah dengan pilihan kombinasi akad yang tertera dalam fatwa DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan hutang seperti qardh dan murabahah, syirkah al-milk dan murabahah, qardh dan ijarah serta qardh dan ijarah muntahiyah bittamlik.
Apabila diperhatiakan take over di sini dapat digolongkan sebagai akad hiwalah muthlaqah, yaitu seseorang memindahkan hutangnya kepada pihak lain, tanpa mengaitkannya pada hutang muhal ‘alaih padanya. Hiwalah jenis ini, tidak semua ahli fiqih membolehkannya.
B.       Prinsip Take Over syariah
1.    Tolong-menolong
2.    Tidak boleh menimbulkan riba.
3.    Tidak digunakan untuk transaksi objek yang haram atau maksiat.

C.  Manfaat Take Over Syariah
1.    Suku bunga bank konvensional yang fluktuatif membuat angsuran kredit menjadi tidak menentu. Dan kondisi ini sangat terasa apabila terjadi krisis ekonomi. Tetapi akan terasa sangat menguntungkan nasabah bank syariah karena sistem yang dipakai adalah sistem jual-beli dimana keuntungan bank telah ditetapkan di awal perjanjian.
2.    Kekecewaan nasabah terkait dengan laporan pembayaran angsuran yang diberikan bank konvensional yang ternyata setiap membayar angsuran kredit pada awal-awal tahun perjanjian sebagian besar hanya untuk membayar bunganya saja dan untuk pembayaran pokoknya hanya sedikit sekali sehingga outstanding pokok kredit turunnya tidak signifikan. Sedangkan di bank syariah setiap pembayaran angsuran antara pembayaran pokok dengan pembayaran margin hampir berimbang, sehingga penurunan outstanding pokok kredit signifikan.
3.    Bebas dari unsur riba, karena pembiayaan tidak didasarkan bunga.

D.      Tujuan Take over
Seiring dengan semakin pesatya perkembangan bank syariah di Indonesia, semakin besar pula keinginan dan kesadaran masyarakat untukmenjalankan rodaperekonomian berdasarkan prinsip al-Qur’an dan as-Sunnah.
Bank sebagai salah satu lembaga yang berbisnis di bidang perekonomian tentu lebih cepat tanggap dengan hal ini. Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah take over. Disini bank syariah berusaha untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin memindahkan transaksinya agar dapat berjalan sesuai dengan syariah. Take over juga bertujuan untuk membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi non syariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah.



E.            Dasar Hukum dan Landasan Take over
a.         Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 1 :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qèù÷rr& ÏŠqà)ãèø9$$Î/ 4 ..... ÇÊÈ  
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu “[4] (Q,S Al-Maidah :1)

b.        Hadits Nabi SAW
ﻋﻦ ﺍﺒﻲ ﻫﺮﻴﺮﺓ ﺭﻀﻲﷲ ﻋﻧﻪ : ﺃﻦ ﺍﻟﻧﺑﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺴﻠﻢ ﻗﺎﻞ : ﻤﻄﻞ ﺍﻠﻐﻨﻲ ﻇﻟﻡ ﻓﺈﺬﺍ ﺃﺗﺒﻊ ﺍﺤﺪﻜﻡ ﻋﻟﻰ ﻤﻟﺊ  ﻓﻠﻴﺘﺑﻊ ( ﺮﻮﺍﻩ ﺍﻠﺒﺨﺍﺭﻯ)

Artinya : “ Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ menunda-nunda pembayaran hutang oleh orang yang mampu adalah suatu kezhaliman. Maka jika seseorang diantara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihiwalahkan) kepada pihak yang mampu terimalah”. (HR. Bukhari)
c.         Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 31/DSN-MUI/IV/2002 tentang pengalihan hutang.

F.     Klasifikasi Hutang Nasabah kepada Bank Konvensional dalam Pembiayaan Take Over Syariah
1.        Hutang pokok plus bunga, dan
2.        Hutang pokok saja
            Dalam menangani hutang nasabah yang berbentuk hutang pokok plus bunga, bank syariah memberikan jasa qardh karena alokasi penggunaan qardh tidak terbatas, termasuk untuk menalangi hutang yang berbasis bunga. Sedangkan terhadap hutang nasabah yang berbentuk hutang pokok saja, bank syariah memberikan jasa hiwalah atau pengalihan hutang karena hiwalah tidak bisa untuk menalangi hutang yang berbasis bunga.

G.      Aplikasi akad Take Over syariah pada Bank dan Lembaga Keuangan Syariah

a.         Bank Syariah memberikan qardh kepada nasabah yang kemudian digunakan oleh nasabah untuk melunasi (kredit) hutangnya pada Bank Konvensional. Dengan demikian, asset yang telah dibeli nasabahmenjadi miliknya secara penuh. Kemudian nasabah menjual asetnya kepada Bank Syariah. Dan dengan hasil penjualan itu nasabah melunasi qardhnya kepada bank syariah. Lalu bank syariah menjual secara murabahah aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah dengan pembayaran secara angsuran.
Dalam hal ini, skema tersebut berdasarkan Fatwa DSN Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang qardh dan Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahahberlaku dalam pelaksanaa pembiayaan pengalihan hutang.
b.        Bank Syariah membeli sebagian aset nasabah dengan seizin Bank Konvensional, sehingga dengan demikian terjadilah syirkah al-milk antara Bank syariah dengan nasabah atas aset tersebut. Aset yang telah dibeli nasabah ini adalah bagian aset yang senilai dengan hutang (sisa angsuran) nasabah kepada Bank konvensional. Kemudian Bank Syariah menjual secara murabahah bagian aset yang menjadi miliknya kepada nasaba, dengan pembayaran angsuran.
Dalam hal ini, skema tersebut berdasarkan Fatwa DSN Nomor04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan hutang.
c.         Bank Syariah memberikan qardh kepada nasabah yang kemudian digunakan oleh nasabah untuk melunasi (kredit) hutangnya pada Bank konvensional, dan dengan demikian aset yang telah dibeli nasabah menjadi miliknya secara penuh. Kemudian nasabah menjual asetnya kepada Bank Syariah. Lalu Bank Syariah menyewakan aset tersebut kepada nasabah dengan akad ijarahmuntahiyah bittamlik.
Dalam hal ini, skema tersebut berdasarkan Fatwa DSN Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang qardh dan Fatwa DSN Nomor 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah Muntahiyah bittamlik berlaku pula dalam pelaksanaan pembiayaan pengalihan hutang.
d.   Dalam pengurusan untuk memperoleh kepemilikan penuh atas aset, nasabah dapat melakukan akad ijarah dengan Bank syariah sesuai dengan Fatwa DSN Nomor 09/DSN-MUI/IV/2002.  Dan apabila diperlukan Bank syariah dapat membantu menalangi kewajiban nasabah dengan menggunakan akad qardh sesuai dengan Fatwa DSNNomor 19/DSN-MUI/IV/2001. Kemudian akad ijarah yang digunakan oleh bank harus terpisah dari pemberian talangan yang berdasarkan akad qardh tersebut. Besarnya imbalan jasa ijarah tidak boleh berdasarkan pada jumlah talangan yang diberikan Banksyariah kepada nasabah



[1] John M Echols dan Hasan Sadily. Kamus Inggris Indonesia ( Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama1990) hal. 578
[2] Ahmad Antoni K Muda. Kamus LengkapEkonomi ( Jakarta Gramedia Press, 2003) hak. 331
[3] Adiwarman Karim. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada 2006) hal 248
[4] Al-Qur-an dan Terjemah, Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.

sharia card


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang menuntut kemudahan, keamanan, dan kenyamanan, termasuk dalam melakukan transaksi dan penarikan tunai, serta adanya persaingan antara bank syariah dan bank konvensional dalam menarik nasabah,  maka bank syariah dipandang perlu menyediakan sejenis kartu kredit. Dimana tujuannya tidak lain adalah untuk mencari keuntungan dan untuk kemaslahatan ummat.
Selain itu, kartu kredit yang ada menggunakan sistem bunga (interest) yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Dan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat atas kartu dan sistem yang sesuai dengan syariah, Dewan Syariah Nasional MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang syariah card yang fungsinya seperti kartu kredit. Sehinggga masyarakat tidak lagi menggunakan kartu kredit konvensional.
Dari uraian di atas makalah ini akan membahas tentang KARTU KREDIT SYARIAH.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kartu kredit syariah? Bagaimana prinsip kartu kredit syariah?  Dan apa yang menjadi tujuan serta apa manfaat dari kartu kredit syariah?
2.      Apa yang menjadi landasan hukum kartu kredit syariah?
3.      Bagaimana implementasi akad yang terdapat dalam kartu kredit syariah di Bank Syariah?
4.      Bagaimana prospek , kendala dan strategi dalam mengembangkan produk kartu kredit syariah ini?


BAB II
SHARIA CARD ( KARTU KREDIT SYARIAH)
2.1 Pengertian, Prisip, Tujuan dan Manfaat Kartu Kredit Syariah
A. Pengertian  Kartu Kredit Syariah
Kartu kredit dalam bahasa arab adalah bithaqah al-i’timan. Kata bithaqah (kartu) secara bahasa digunakan untuk potongan kertas kecil. Sementara kata i’timan secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan di dunia usaha artinya semacam pinjaman, yakni yang berasal dari kepercayaan (pemberi pinjaman) terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu, ia memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar secara btertunda.
Pengertian syariah card menurut fatwa No 54/DSN-MUI/X/2006, shariah card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa.
Walaupun berdasarkan definisi di atas syariah card berfungsi seperti kartu kredit, tetapi pada syariah card tidak memberlakukan bunga yang identik dengan riba. Oleh karenanya, syariah card menggunakan mekanisme akad yang berdasarkan prinsip syariah. Akad yang digunakan dalam syariah card adalah kafalah, qard danijarah.
Di dalam syariah card terdapat ketentuan tentang batasan (dhabith wa hudud), yakni tidak menimbulkan riba, tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah, tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara antara lain menetapkan pagu meksimal pembelanjaan. Pemegang kartu harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya dan tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah
B. Prinsip Kartu Kredit Syariah
a)    Tidak boleh menimbulkan riba.
b)   Tidak digunakan untuk transaksi objek yang haram atau maksiat.
c)    Tidak mendorong israf (pengeluaran yang berlebihan antara lain dengan cara menetapkan  pagu).
d)   Tidak mengakibatkan utang yang tidak pernah lunas (ghalabah al-dayn), dan
e)    Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya.
C. Tujuan dan Manfaat Kartu Kredit Syariah
a. Tujuan Kartu Kredit Syariah
Tujuan dari penerbitan kartu kredit ini adalah untuk memberikan kemudahan pembayaran bagi pemegang kartu dengan menentukan sendiri kapan waktu jatuh temponya, tentunya berdasarkan kesepakatan bersama antara pemegang dan penerbit kartu , fleksibilitas pembayaran tersebut tetap harus sesuai dengan prinsip syariah yang tidak menimbulkan riba, tidak mendorong masyarakat berkonsumsi berlebihan, tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah dan hanya diberikan bagi pemegang kartu yang memiliki kemampuan membayar tagihan
b. Manfaat Kartu Kredit Syariah
1.    Tidak adanya bunga yang dibebankan oleh pihak pengguna.
2.    Perjanjian atau akad juga mencakup mengenai tata cara penggunaan Kartu kredit syariah seperti tidak menggunakan kartu kredit tersebut di tempat-tempat hiburan malam seperti night club misalnya. Atau menggunakan kartu kredit untuk melakukan transaksi perjudian seperti judi online atau sebagainya.
3.    pihak bank syariah menggunakan tata cara pendekatan kepada nasabah kartu kredit syariah yang belum membayar kewajibannya
2.2 Dasar Hukum Kartu Kredit Syariah
Syariah card dibolehkan, selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Kebolehan transaksi ini diperkuat dengan kaidah fiqhiyyah yaitu :

الاصل في المعا ملة الاباحة ﺇلا ﺃن ﻴدل ﺪﻠﻴﻞ ﻋﻟﻰ ﺘﺤﺮﻴﻤﻬﺎ
Artinya : “ pada dasarnya semua bentuk akad muammalah boleh dilakukankecuali ada akad yang mengharamkannya.”
Maksud kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muammalah dan transaksi, pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama ( mudharaba dan musyarakah) dan lain-lain termasuk di dalamnya transaksi syariah card,kecuali yang tegas-tegas diharamkanseperti menimbulkan kemudharatan, tipuan, judi maupun riba.
Kaidah-kaidah fiqh lain yang digunakan DSN sebagai dasar hukum fatwa ini adalah :

ﺍﻠﻤﺸﻘﺔ ﺗﺠﻠب ﺍﻠﺘﻴﺴﺮ
“kesulitan dapat , menarik kemudahan”
ﺍﻟﺤﺎﺟﺔ ﻗﺪ ﺗﻨﺯﻞ ﻤﻨﺯﻠﺔ ﺍﻟﻀﺮﻭﺮﺓ
“ kebutuhan (hajat) dapat menduduki posisi darurat)

Di Indonesia saat ini telah dipraktikkan penerbitan Kartu Kredit Syariah oleh Bank Syariah. Mengenai Kartu Kredit Syariah ini dapat kita lihat dasar hukum operasionalnya di Indonesia dan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalamnya
a.         Dasar Hukum Penerbitan Kartu Kredit Syariah
1)        Peraturan Bank Indonesia No: 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah.
Pasal 36 huruf m menyatakan bank dapat melakukan kegiatan usaha kartu debit, charge card berdasarkan Prinsip Syariah.
2)        Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 54/DSN/MUI/X/2006.
Pada fatwa tersebut telah ditetapkan, bahwa penggunaan charge card (salah satu dari macam kartu kredit) secara syariah dibolehkan.
3)        Demikian pula Fatwa-fatwa DSN-MUI terkait yaitu a. No. 9/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, b. No.11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah, c. No.17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran, d. No.19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qardh; e. No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ta’widh.
2.3 Implementasi Akad yang terdapat dalam Kartu Kredit Syariah di Bank Syariah
Akad yang digunakan dalam syariah card adalah :
Kafalah
 Dalam hal ini penertbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi pemegang kartu tehadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan merchant, dan atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee ( ujrah kafalah)
Qardh
Dalam hal ini Penerbi Kart adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu
Ijarah
Dalam hal ini Penerbit Kartu adalah Penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas ijarah ini, pemegang kartu dikenakan membership fee

2.4 Prospek, Kendala dan Strategi dalam Mengembangkan Produk Kartu Kredit syariah
A. Prospek Pengembangan Kartu Kredit Syariah
1.    Keunggulan konsep Kartu Kredit dapat memenuhi peningkatan tuntutan pengharaman bunga yang ada di kartu kredit konvensional
2.    Jumlah penduduk beragama Islam lebih dari 180 juta orang ( sekitar 80 % )
3.    Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk bermuamalah sesuai syariah, tumbuh subur khususnya pada masyarakat golongan menengah
4.    Meningkatnya kebutuhan Financial Card yang syariah karena faktor perkembangan ekonomi umat
B. Kendala Pengembangan Kartu Kredit Syariah
1.    Globalisasi, adanya Kartu Kredit konvensional baik yang berasal dari dalam atau luar negeri yang memiliki fasilitas yang lebih baik
2.    Lemahnya pengetahuan masyarkat mengani Kartu kredit Syariah
3.    Citra perbankan syariah sendiri belum familiar di mata masyarakat
4.    Jenis Kartu kredit syariah yang ada sekarang belum mendukung secara optimal untuk perkembangan Kartu kredit syariah
C. Strategi Pengembangan Kartu Kredit Syariah
1. mengoptimalkan produk dengan lebih profesional
2. menciptakan deferensiasi-deferensiasi dalam pemasaran.
3. meningkatkan kepuasan pelayanan terhadap para nasabah dengan memberikan fitur-fitur yang lebih lengkap


BAB III
KESIMPULAN
Syariah card adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa. Syariah card bertujuan untuk memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan, termasuk dalam melakukan transaksi dan penarikan tunai, serta adanya persaingan antara bank syariah dan bank konvensional dalam menarik nasabah. Dan hukum mengenai syariah card telah di tentukan di dalam fatwa No 54/DSN-MUI/X/2006 dengan implementasi akad menggunakan akad ijarah, kafalah dan qardh.