Minggu, 27 Mei 2012

fatwa DSN-MUI no 53 tentang tabarru' pada asuransi syariah


3.2 Fatwa dewan syari’ah Nasional
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 53/DSN-MUI/III/2006, tentang
Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah[1]
Menimbang :
a. bahwa fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dinilai sifatnya masih sangat umum sehingga perlu dilengkapi dengan fatwa yang lebih rinci;
b. bahwa salah satu fatwa yang diperlukan adalah fatwa tentang Akad Tabarru’ untuk asuransi;
c. bahwa oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang Akad Tabarru’ untuk dijadikan pedoman.
Mengingat :


1. Firman Allah SWT, antara lain:
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (QS. al-Nisa’ [4]: 2).
 “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahtera-an) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. al-Nisa’ [4]: 9).
“Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. al-Hasyr [59]: 18).
2. Firman Allah SWT tentang prinsip-prinsip bermu’amalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain:
 “Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya. (QS. al-Maidah [5]: 1).
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. al-Nisa’ [4]: 58).
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. al-Nisa’ [4]: 29).
3. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain :
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ 
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesung-guhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. al-Maidah [5]: 2).
2           Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang beberapa prinsip bermu’amalah, antara lain:
“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
“Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir).
“Seorang mu’min dengan mu’min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain” (HR Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari).
“Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sederkah (zakat dan nafakah)” (HR. Tirmizi, Daraquthni, dan Baihaqi dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya Abdullah bin ‘Amr bin Ash).
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya).
5. Kaidah fiqh:
“Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
“Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.”
 “Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.”
Memperhatikan:
1. Pendapat para ulama, antara lain:
• Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru’ (amal kebajikan) dari peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai tabarru’ atau hibah murni tanpa imbalan. (Wahbah al-Zuhaili, al-Mu’amalat al-Maliyyah al-Mu’ashirah, [Dimasyq: Dar al-Fikr, 2002], h. 287).
• Analisis fiqh terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan tabarru’ secara bergantian dalam akad asuransi ta’awuni adalah “kaidah tentang kewajiban untuk memberikan tabarru’” dalam mazhab Malik. (Mushthafa Zarqa’, Nizham al-Ta’min, h. 58-59; Ahmad Sa’id Syaraf al-Din, ‘Uqud al-Ta’min wa ‘Uqud Dhaman al-Istitsmar, h. 244-147; dan Sa’di Abu Jaib, al-Ta’min bain al-Hazhr wa al-Ibahah, h. 53).
• Hubungan hukum yang timbul antara para peserta asuransi sebagai akibat akad ta’min jama’i (asuransi kolektif) adalah akad tabarru’; setiap peserta adalah pemberi dana tabarru’ kepada peserta lain yang terkena musibah berupa ganti rugi (bantuan, klaim) yang menjadi haknya; dan pada saat yang sama ia pun berhak menerima dana tabarru’ ketika terkena musibah (Ahmad Salim Milhim, al-Ta’min al-Islami, h, 83).
2. Hasil Lokakarya Asuransi Syari’ah DSN-MUI dengan AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia) tanggal 7-8 Jumadi al-Ula 1426 H / 14-15 Juni 2005 M.
3. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada 23 Shafar 1427/23 Maret 2006.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG AKAD TABARRU’ PADA ASURANSI SYARI’AH
Pertama : Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:
• a. asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah;
• b. peserta adalah peserta asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam reasuransi syari’ah.
Kedua : Ketentuan Hukum
• 1. Akad Tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.
• 2. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis.
Ketiga : Ketentuan Akad
1. Akad Tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong¬ menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.
2. Dalam akad Tabarru’, harus disebutkan sekurang-kurangnya:
• a. hak & kewajiban masing-masing peserta secara individu;
• b. hak & kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok;
• c. cara dan waktu pembayaran premi dan klaim;
• d. syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Keempat : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tabarru’
• 1. Dalam akad Tabarru’, peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah.
• 2. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’ (mu’amman/mutabarra’ lahu, مؤمّن/متبرَّع له) dan secara kolektif selaku penanggung (mu’ammin/mutabarri’- مؤمّن/متبرِّع).
• 3. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
Kelima : Pengelolaan
• 1. Pembukuan dana Tabarru’ harus terpisah dari dana lainnya.
• 2. Hasil investasi dari dana tabarru’ menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru’.
• 3. Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau akad Mudharabah Musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah.
Keenam : Surplus Underwriting
• 1. Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru’, maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut:
a. Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’.
b. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko.
c. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta.
2. Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad.
Ketujuh : Defisit Underwriting
• 1. Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’ (defisit tabarru’), maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman).
• 2. Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru’.
Kedelapan : Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.



uang....



BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebelum uang ditemukan manusia menggunakan sistem barter atau sistem pertukaran antara barang atau jasa dengan barang atau jasa lainnya. Akibat sulitnya untuk menemukan kesamaan keinginan dalam pertukaran barang dengan sistem barter maka dipergunakanlah uang sebagai alat pembayaran yang sah dan diterima dengan suka rela.

Uang adalah instrumen perekonomian yang sangat penting. Hampir semua kegiatan ekonomi sangat tergantung pada instrumen ini yang antara lain berfungsi sebagai alat tukar ataupun alat bayar. Oleh karena itu, kehadiran uang dalam kehidupan sehari-hari sangat penting, terutama untuk memperoleh barang, jasa, serta kebutuhan hidup lainnya.

Imam al-Ghazali menulis dalam kitabnya: “ Diantara nikmat Allah yang dilimpahkan kepada hamba-Nya adalah diciptakannya dirham dan dinar. Dengan dua benda ini dunia menjadi tegak. Manusia memerlukan keduanya karena tiap-tiap manusia membutuhkan banyak sekali barang untuk makan, berpakaian dan seluruh kebutuhannya.

Dalam kesempatan kali ini kami akan membahas beberapa hal yang terkait dengan uang.

1.2 Rumusan Masah

1. Apa yang dimaksud dengan uang?
2. Apa saja jenis uang yang beredar?
3. Apa fungsi adanya uang?


1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui yang dimaksud dengan uang.

2. Mengetahui jenis uang yang beredar.

3. Mengetahui fungsi adanya uang.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Uang

Uang adalah sesuatu yang dijadikan sebagai alat untuk melakukan transaksi pembayaran ekonomi-yakni sesuatu yang diterima, dipercaya dan disukai oleh masyarakat atau orang-orang yang melakukan transaksi ekonomi.

Uang dalam ilmu ekonomi tradisional diartikan sebagai alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa.

Sedangkan dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran atas pembelian barang-barang dan jasa, kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang.

Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena dala sistem barter,seseorang membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.


Dalam islam, uang (nuqud) memiliki makna: AL-Naqdhu yang artinya : Tunai, lawan dari kata tunda, yakni memberikan bayaran dengan segera. Dalam hadis jabir: “Naqadani ats-Tsaman”, yakni dia membayarku harga tunai. Kemudian digunakan atas yang dibayarkan, termasuk penggunaan mashdar (akar kata) terhadap isim maf’ul (menunjukkan objek).

Ada lima prasyaratan atau kriteria yang dapat dipakai untuk menjadikan benda sebagai alat tukar atau uang.[1] Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1.Portability, atau mudah dibawa dan mudah untuk ditransfer.

2.Durability, atau secara fisik tahan lama. Karena itu barang yang tidak tahan lama tidak layak dijadikan uang, misalnya kecap.

3.Divisibility, atau mudah dan dapat dibagi-bagi menjadi besar, sedang dan kecil, sehingga mudah untuk dibelanjakan. Misalnya nilai transaksi perdagangan yang berjumlah besar seharusnya menggunakan uang yang berjumlah besar pula, tetapi nilai transaksi yang berjumlah kecil sebaiknya menngunakan satuan mata uang yang lebih kecil juga. Contoh satuan mata uang yang bernilai Rp. 1000,-, Rp. 500,- dan lain sebagainya. Karena itu sapi misalnya sangat sulit untuk dijadikan sebagai uang


.


4.Standardizability, atau menstandarkan nilai dan kualitas uang serta dapat dibedakan dengan barang lainnya. Hal ini berarti harus ada prasyarat stability of value, di mana manfaat dari dijadikannya uang adalah nilai uang itu harus dijaga supaya tidak berfluktuasi secara berlebihan. Sebab sebagian masyarakat ada menyimpan kekayaaannya dalam bentuk uang, sehingga bila uang berfluktuasi terlalu cepat dan dalam skala besar, maka orang tidak akan dapat menerimanya.

5.Recognizability, atau mudah dibedakan dan dikenal secara umum. Sedang dalam buku lain disebutkan acceptability and cognizability,artinya prasyarat utama dari sesuatu barang yang pantas dijadikan uang adalah dapat diterima dan diketahui secara umum. Dengan kata lain, diterima sebagai alat pembayaran, sebagai alat penyimpan kekayaan atau daya beli, sebagai alat tukar dan alat satuan hitung seperti fungsi dan peran uang yang sudah dikenal secara umum oleh masyarakat. Apapun bentuk dan rupa uang, secara alamiah dan secara inheren, uang mempunyai pengertian riil bahwa uang merupakan klaim seseorang yang dapat digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa dalam ekonomi.

2.2 Jenis-jenis Uang


Jenis-Jenis uang di bagi menjadi dua yaitu:

· Uang kartal

Uang kartal adalah uang yang digunakan sebagai alat pembayaran dalam kehidupan sehari-hari. Uang kartal berupa uang logam dan uang kertas, mata uang negara kita adalah Rupiah, uang pertama yang dibuat oleh Indonesia adalah Oeang Republik Indonesia. Lembaga yang bertugas dan mengawasi peredaran uang rupiah adalah Bank Indonesia, sedangkan perusahaan yang mencetak uang rupiah adalah Perum Peruri (Percetakan Uang Republik Indonesia).

· Uang Giral

Uang giral adalah surat berharga yang dapat diuangkan di bank atau dikantor pos. Contoh uang giral, cek, giro pos, wesel dan surat berharga.Uang giral biasanya digunakan untuk transaksi dengan nilai uang yang sangat besar.

2.3 Peran dan Fungsi Uang

Sebagian besar ahli ekonomi mengatakan bahwa peran dan fungsi uang adalah sebagai berikut:

1. Sebagai alat tukar (medium of exchange).

2. Sebagai alat penyimpan nilai / daya beli (store of value).

3. Sebagai alat satuan hitung (unit of account) atau alat pengukur nilai (measure of value).

4. Sebagai ukuran standar pembayaran yang ditangguhkan (standard of deferred payment).

Dalam Islam, tidak ada masalah dengan peran dan fungsi uang seperti yang tersebut di atas, selama uang tidak dipandang sebagai suatu komoditas yang bisa diperjual belikan layaknya barang dan jasa. Peranan uang yang sedemikian itu bisa diterima secara meluas dengan maksud untuk menggantikan peran sistem perekonomian barter, di mana dengan adanya uang, orang tidak perlu mencari pembeli yang kebetulan mau menukarkan barangnya dengan barang lain yang kebetulan dibutuhkan oleh penjual. Inilah yang dinamakan dua kebetulan atau a double coincidence of wants13 yang tidak perlu terjadi bila suatu perekonomian menggunakan uang sebagai media pertukaran dan berperan sebagaimana mestinya uang harus berperan dan berfungsi.

A.Uang sebagai Alat Tukar (Medium of Exchange)

Dalam sistem perekonomian barter, pertukaran terjadi secara langsung antara barang satu dengan barang lainnya atau komoditas satu dengan komoditas lainnya, dimana seseorang tidak akan menyerahkan barangnya kepada orang lain sebelum menerima barang orang lain yang bersedia dipertukarkan. Ketika uang digunakan sebagai alat tukar, maka yang terjadi adalah membeli barang dengan uang dan menjual barang dengan uang. Proses ini pada akhirnya akan membuat spesialisasi dalam memproduksi barang dan jasa, di mana setiap manusia akan melakukan produksi sesuai dengan bakat dan keahliannya masing-masing kemudian menjual hasil produksinya tersebut dengan uang yang bisa disimpan dan dibelanjakan, baik pada saat itu atau pada masa yang akan datang, sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Peran dan fungsi uang sebagai alat tukar atau media pertukaran dapat diterima dalam ekonomi Islam, karena memang uang harus berfungsi demikian, harus terusbersirkulasi dan tidak boleh diendapkan. Uang merupakan public property, uang adalah flow concept, sehingga peredarannya harus terus dilakukan untuk kemanfaatan manusia dalam rangka pertukaran barang dan jasa dalam ekonomi.

B. Uang sebagai Alat Penyimpan Nilai/Daya Beli (Store of Value)

Uang sebagai alat penyimpan nilai/daya beli memang sangat fleksibel untuk dijadikan penyimpan kekayaan, karena sifatnya yang liquid dan tidak ada biaya penyimpanan terhadapnya. Sebagai contoh, seorang nelayan yang mempunyai tangkapan ikan yang sangat banyak tidak akan mungkin dapat menyimpan ikan hasil tangkapannya terlalu lama, karena akan membusuk dan rusak. Tetapi bila ia tukarkan dengan uang (menjualnya) lalu mendapatkan uang, maka dapat menyimpan uang itu, baik untuk keperluan konsumsi saat ini maupun yang akan datang.

Karena dalam sistem perekonomian Islam hanya dikenal ada dua peran dan fungsi uang. Yaitu, (1) uang sebagai alat tukar atau media pertukaran, dan (2) uang sebagai alat satuan hitung nilai. Adapun fungsi uang sebagai alat penyimpan kekayaan dalam ekonomi konvensional tak lepas dari teori permintaan uang dengan motif spekulasi, dan perilaku semacam ini tidak diperbolehkan dalam Islam. Imam al-Ghazali mengatakan,[2] sebagaimana yang dikutip Adiwarman Karim, “Memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang. Jika banyak uang yang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.”


C. Uang sebagai Alat Satuan Hitung atau Alat Pengukur Nilai (Measure of Value)

Uang sebagai alat satuan hitung (unit of account) atau alat pengukur nilai (measure of value) tentu akan mempermudah proses tukar menukar dua barang yang secara fisik sangat berbeda, seperti mobil dan gandum, pesawat terbang dan beras dan lain sebagainya. Dua jenis barang yang berbeda secara fisik tersebut akan bisa seragam dan lebih mudah dipertukarkan bila nilai masing-masing dinyatakan dalam satuan mata uang. Dalam hal ini uang yang digunakan untuk menentukan nilai dari suatu komoditas yang dipertukarkan berperan sebagai common denominator atau sebutan persamaan bagi seluruh barang-barang ekonomis dan nilai barang-barang yang dipertukarkan yang diperhitungkan dengan satuan mata uang.

Peran dan fungsi uang sebagai alat satuan hitung nilai dapat diterima dalam ekonomi Islam. Meskipun uang sebagai alat satuan hitung nilai atau alat standar pengukur nilai tidak mempunyai ukuran standar tetap bagi dirinya sendiri, namun ia dapat mempermudah pertukaran barang dan jasa dalam ekonomi sebagaimana fungsi uang sebagai alat tukar atau media pertukaran.

D. Uang sebagai Ukuran Standar Pembayaran yang Ditangguhkan (Standard of Deferred Payment)

Uang sebagai alat standar pembayaran yang ditangguhkan. Dengan kata lain uang terkait dengan transaksi pinjam meminjam atau transaksi kredit, yang artinya barang sekarang dibayar nanti atau uang sekarang dibayar nanti. Sesungguhnya cara pembayaran seperti ini berkaitan dengan berjalannya waktu. Padahal uang itu sendiri sebagai alat pengukur nilai (measure of value) atau sebagai alat satuan hitung (unit of account) tidak fixed atau tidak stabil yang berakibat kepada ketidakstabilan nilai yang terjadi dalam setiap transaksi ekonomi yang akan datang.

Hal yang demikian tidak lepas dari memandang fungsi uang sebagai alat penyimpan kekayaan (store of value), sehingga dapat disimpan dan ditimbun yang sewaktu waktu dapat dipakai untuk berspekulasi di pasar uang. Peran ini tak dapat diterima dalam ekonomi Islam.

BAB III

KESIMPULAN

1. Uang adalah sesuatu yang dijadikan sebagai alat untuk melakukan transaksi pembayaran ekonomi-yakni sesuatu yang diterima, dipercaya dan disukai oleh masyarakat atau orang-orang yang melakukan transaksi ekonomi.

2. Jenis uang di bagi menjadi 2, yakni: Uang kartal dan Uang giral.

3. Peran dan Fungsi uang :

a. Sebagai alat tukar (medium of exchange).

b. Sebagai alat penyimpan nilai / daya beli (store of value).

c. Sebagai alat satuan hitung (unit of account) atau alat pengukur nilai (measure of value).

d. Sebagai ukuran standar pembayaran yang ditangguhkan (standard of deferred payment).

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro, Jakarta, IIIT Indonesia, 2002.

Boediono, Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta, 1994

Iswardono, Uang dan Bank, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta, 1997.


http://www.definisionline.com/2010/08/pengertian-uang.html

http://ekonomiislamkita.blogspot.com/

http://syadiashare.com/pengertian-uang-dan-jenis-jenis-uang.html

http://organisasi.org/fungsi-dan-pengertian-uang-duit-doku-fulus-hepeng-sebagai-alat-transaksi-sehari-hari

[1] Iswardono, Uang dan Bank, Yogyakarta, BPFE-Yogyakarta, 1997, hal 4-5

[2] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam, hal. 22.

ekbang...



BAB I

PENDIDIKAN, KESEHATAN DAN GIZI

1.1 Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi.

A. Pentingnya Pendidikan bagi pertumbuhan ekonomi.

Sejauh ini, tenaga kerja telah di anggap sebagai homegen terbaik dalam fungsi produksi. Namun input tenaga kerja yang efektif itu tergantung pada keterampilan tenaga kerja yang dimiliki oleh manusia, yang sebagian bergantung pada pendidikan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin besar pendapatanya. Ini merupakan hubungan sebab akibat dari adanya pendidikan.

Dari sudut pandang kebijakan, tingkat pengembalian (rate of return) dari pendidikan juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Makin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang, atau makin tinggi seseorang menginvestasikan pendidikan makin besar pula tingkat pengembalian yang akan didapatkannya, begitu pula sebaliknya.

Pendidikan juga tidak hanya mempengaruhi produktivitas, misalnya pendidikan bisa mengubah perilaku baik untuk pengembangan. (misalnya, pendidikan perempuan berkorelasi negative dengan kesuburan, yang bisa disebabkan oleh hubungan sikap). Selain itu, pendidikan memainkan fungsi sosial yang penting, melalui pendidikan, seseorang memperoleh gagasan kewarganegaraan, pandangan modern, dan lain-lain.

Orang-orang yang berpendidikan tinggi memulai kerja pada usia yang lebih tua, namun pendapatan mereka dengan cepat melampaui orang-orang yang bekerja lebih awal. Namun keuntungan pendapatan dari pendidikan seperti itu harus dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkannya.









Di bawah ini merupakan gambaran profil usia produktif menurut tingkat pendidikan-venezuela 1989.

Pendapatan tahunan



B. Profil usia pendapatan

v profil usia pendapatan menunjukkan pendapatan rata-rata pada usia yang berbeda dari pekerja dengan berbagai tingkat pendidikan.

v profil usia penghasilan untuk Meksiko pada 1963:





v Pekerja dengan satu tahun pendidikan (atau pendidikan dasar, tergantung pada bagaimana grafik menggambarkan sekolah) menghasilkan 200 peso per bulan pada usia 10, yang meningkat dengan usia (seperti jatuh tempo, peningkatan pengalaman, kekuatan) sampai tops, setelah itu menurun sedikit (sebagai bekerja penurunan kemampuan).

v grafik ini juga dapat diilustrasikan menggunakan sekolah dasar, sekolah menengah, dan pendidikan pasca sekolah menengah:

v kurva yang berbeda menggambarkan upah yang berbeda di usia yang sama karena berbeda tingkat pendidikan, misalnya, E30, ditandai pada grafik di atas adalah perbedaan upah antara pekerja dengan 8 tahun bersekolah dan pekerja dengan 1 tahun sekolah pada usia 30; grafik dapat digunakan untuk menentukan jumlah absolut dari selisih yang diharapkan dalam upah pada semua umur - ini berguna ketika mengukur kembali ke pendidikan.

· memperkirakan kembali ke sekolah dan analisis biaya-manfaat;

v kembali ke sekolah dapat diperkirakan dengan 1) diskon untuk pendapatan hadir dari waktu ke waktu dan 2) mempertimbangkan pendapatan terdahulu oleh individu yang mendaftarkan diri di sekolah bukan bekerja.misalnya, jika satu orang memasuki angkatan kerja pada usia 10 dengan pendidikan dasar dan satu lagi memasuki dunia kerja pada usia 15 tahun dengan pendidikan menengah, maka secara vertikal daerah yang diarsir adalah pendapatan terdahulu (biaya) dari individu yang menghadiri sekunder sekolah, karena individu yang sama, pendapatan tambahan.seorang individu akan menentukan apakah akan menghadiri sekolah menengah dengan membandingkan diskon nilai biaya dengan aliran diskon kewajiban manfaat.



C. Menghitung nilai sekarang dari manfaat pendidikan tambahan.



Nilai sekarang dari manfaat pendidikan tambahan pada tahun t

v to = Et

(1 + i)t

Vot = nilai sekarang dari manfaat pendidikan tambahan pada tahun t

Et = laba selisih pada tahun t karena pendidikan tambahan

i = tingkat bunga

t = jumlah tahun pendapatan harus didiskontokan sampai sekarang

misalnya, nilai sekarang dari selisih pendapatan dengan pendidikan menengah

versus pendidikan dasar 30 tahun dari saat ini diberikan oleh:

V030 = I30secondary – I3oprimary

(I + i )30



V030 = nilai sekarang dari manfaat pendidikan tambahan di tahun 30

I30secondary = pendapatan yang diperoleh dengan pendidikan menengah di tahun 30

I3oprimary = pendapatan yang diperoleh dengan pendidikan dasar di tahun 30 (perhatikan bahwa

(I30secondary - I3oprimary = E30)

i = tingkat bunga

30 = jumlah tahun pendapatan harus didiskontokan sampai sekarang Keseluruhan

Tambahan pendapatan keseluruhan aliran mendapatkan pendidikan tambahan harus ditambahkan atas semua tahun.



V = nilai sekarang dari manfaat tambahan total pendidikan tambahan

Et = laba selisih pada tahun t karena pendidikan tambahan

i = tingkat bunga

t = jumlah tahun pendapatan pada tahun t harus didiskontokan sampai sekarang

• sama, nilai sekarang dari biaya untuk mendapatkan pendidikan menengah diberikan oleh:



C = nilai sekarang dari biaya pendidikan tambahan

Ct = biaya pendidikan tambahan pada tahun t, termasuk di dalamnya pendapatan terdahulu (yang vertikal menaungi area di atas) dan juga biaya eksplisit (seperti biaya sekolah, dll)

i = tingkat bunga

t = jumlah tahun biaya pada tahun t harus didiskontokan sampai sekarang

Analisis biaya dapat dilakukan pada kedua secara pribadi dan sosial (social analisis akan mencakup biaya tidak ditanggung langsung oleh keluarga, seperti pengeluaran pemerintah, yang tidak dianggap dalam analisis pribadi)

• untuk menentukan apakah akan berinvestasi dalam pendidikan yang lebih, keluarga akan membandingkan hadir nilai manfaat dan biaya:

Bila nilai sekarang dari biaya lebih besar dari nilai kini manfaat, maka keluarga tersebut tidak akan berinvestasi dalam pendidikan tambahan:



Jika nilai sekarang dari manfaat lebih besar dari nilai biaya kini, kemudian keluarga dapat berinvestasi dalam pendidikan tambahan (mungkin ada investasi lain dengan return, mereka harus menggunakan metode IRR untuk menentukan apakah pendidikan tambahan adalah investasi terbaik.



1.2 Kesehatan dan Nutrisi (Gizi) serta kaitannya dengan Pertumbuhan ekonomi.

A. Kesehatan dan Nutrisi

1. Kesehatan dan pertumbuhan ekonomi

Efek negatif dari kesehatan yang buruk terhadap tingkat kematian anak-anak cukup jelas. Tetapi apakah kondisi kesehatan yang buruk di negara-negara berkembang juga berakibat negatif terhadap produktifitas orang dewasa ? jawabannya adalah ya. Berbagai studi menunjukkan bahwa orang –orang yang s ehat menerima upah yang lebih tingggi. Sebagai contoh, tingkat upah harian di pantai gading untuk orang-orang yang mengidap penyakit sehari dalam sebulan diperkirakan 19% lebih rendah daripada tingkat upah harian orang yang lebih sehat.

Sebuah studi yang dilakukan di bangladesh menemukan bahwa produktifitas yang lebih tinggi dari pekerja yang sehat membuat mereka mampu mendapatkan pekerjaan yang memberi bayaran lebih tinggi. Pada studi yang lain, tidak adanya cacat tubuh karena lepra diperkirakan dapat membuat pekerjadi india mampu menghasilkan tiga kali lipat.



2. Gizi dan pertumbuhan ekonomi

a. Gizi dan rumah tangga

Studi telah menemukan bahwa makanan program untuk anak-anak tidak meningkatkan nutrisi mereka. Hal ini disebabkan oleh 2 faktor :

1. Pendapatan dibelanjakan untuk hal-hal lain di luar makanan, dan sebagian dari pengeluaran untuk membeli makanan digunakan untuk menambah variasi makanan, yang tidak selalu menambah konsumsi gizi mereka. Jika hubungan antara pendapatan dan nutrisi benar-benar sangat rendah, maka kebijakan pembangunan yang menekankan pada peningkatan pendapatan kaum miskin tanpa meperhatikan untuk apa pendapatan itu dibelanjakan –tidak akan banyak meningkatkan kesehatan dan juga tidak akan menunjang keberhasilan pembangunan secara umum, apalagi keberhasilan tersebut ingin cepat diraih.

2. Kredit usaha kecil (microenterprises) merupakan salah satu strategi pemberantasan kemiskinan yang paling populer pada tahun-tahun terakhir. Dalam hal ini, kredit usaha kecil dapat digunakan untuk meningkatkan gizi, karena fluktuasi harga musiman juga merupakan faktor penting yang menentukan konsumsi gizi disamping pendapatan rata-rata kaum miskin tersebut. Namun, kredit itu saja tidak mencukupi jika nutrisinya tetap buruk dan karenanya tidak secara otomatis meningkat seiring dengan kenaikkkan pendapatan.



b. Contoh hubungan antara gizi dan tingkat pendapatan.



Kenaikkan tinggi badan juga telah ditemukan di negara-negara berkembang pada beberapa dekade terakhir seiring dengan perbaikkan kondisi kesehatan. Dalam banyak hal, peningkatan tinggi badan rata-rata yang cepat pada awal abad kedua puluh menyebabkan peningkatan yang kecil pada pertengahan abad tersebut.

Tinggi badan merupakan indikator status kesehatan/kebaikan gizi secara umum, orang yang lebih tinggi memperoleh penghasilan yang lebih banyak. John Strauss dan Duncan Thomas menemukan bahwa pria yang lebih tinggi dapat memperoleh penghasilan yang lebih banyak di Brasil.

Strauss dan Thomas menyimpulkan bahwa kesehatan dan gizi memang meningkatkan produktifitas. Kesehatan dan gizi memang mempengaruhi kesempatan kerja, produktifitas, serta upah, dan hal ini sangat sering terjadi di antara kaum termiskin. Temuan ini menegaskan prioritas kebijakan di bidang kesehatan dalam pembanguna, kesehatan bukan hanya merupakan tujuan utama, tetapi juga mempunyai dampak yang signifikan terhadap tingkat pendapatan.



c. Gizi dan tingkat prestasi akademik



Kesehatan dan gizi yang lebih baik membuat usia masuk sekolah bisa dicapai lebih dini dan lebih panjang , absensi sekolah yang lebih jarang dan pembelajaran yang lebih efektif. Sebagai contoh, telah ditemukan bahwa probabilitas masuk sekolh di antara anak-anak kurang gizi di Nepal yang hanya 5% namun meningkatnya angka menjadi 27% untuk anak-anak yang kebutuhan gizinya cukup terpenuhi. Anak-anak yang kurang gizi dilaporkan berprestasi lebih rendah di Brasil timur laut, salah satu kantong kemiskinan terparah di Amerika Latin.



B. Kesehatan di Indonesia

Kasus kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong cukup tinggi. Pada 2015 mendatang angka kematian ibu melahirkan ditargetkan menurun menjadi 103 per 100.000 kelahiran.Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia saat ini tergolong masih cukup tinggi yaitu mencapai 228 per 100.000 kelahiran.

Walaupun sebelumnya Indonesia telah mampu melakukan penurunan dari angka 300 per 100.000 kelahiran pada tahun 2004. Padahal berdasarkan Sasaran Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goal (MDG), kematian ibu melahirkan ditetapkan pada angka 103 per 100.000 kelahiran. Angka kematian ibu akibat melahirkan ditargetkan turun menjadi 103 per 100.000 kelahiran pada 2015.

Upaya menurunkan kematian ibu melahirkan saat ini masih terkendala terbatasnya sarana kesehatan khusus bagi perempuan hamil di daerah-daerah pedesaan. Belum lagi adanya terbatasnya ketersediaan akses kesehatan bagi ibu dan anak di daerah terpencil.

1.3 Korelasi antara Pendidikan, Kesehatan dan Gizi.

Contoh korelasi antara Pendidikan, Kesehatan dan Gizi.:

Semakin tinggi pendidikan sang ibu semakin baik tingkat kesehatan anak-anaknya dan akan semakin terpenuhinya gizi. Karena pendidikan formal mengajarkan pengetahuan tentang kesehatan secara langsung kepada para ibu masa depan, kemampuan baca tulis dan mengenal angka akan membantu para ibu masa depan dalam mendiagnosis dan menangani masalah kesehatan anak, dan pengenalan para ibu terhadap masyarakat modern dari sekolah formal membuat kaum wanita lebih bisa menerima pengobatan medis yang modern.

Profesor Glewwe menyimpulkan, “pengetahuan tentang kesehatan yang dipunyai ibu merupakan keterampilan krusial yang dibutuhkan untuk menungkatkan kesehatan anak-anak.

Kesehatan dan gizi anak-anak yang lebih baik serta ibu yang lebih terdidik akan memberikan dampak pengganda (multiplier effect) terhadap kualitas anak bangsa selama beberapa generasi yang akan datang.